Home / Islam / Bermazhab Itu Salah? – Meluruskan Salah Paham yang Berbahaya

Bermazhab Itu Salah? – Meluruskan Salah Paham yang Berbahaya

“Ngapain ikut mazhab? Kan udah ada Al-Qur’an dan Sunnah!” Bermazhab Itu Salah

Kalimat seperti ini semakin sering terdengar, apalagi di era media sosial. Sekilas terdengar logis dan penuh semangat kembali ke sumber agama. Tapi, benarkah langsung ke Al-Qur’an dan Sunnah tanpa mazhab itu pilihan terbaik?

Apa jadinya kalau semangat itu justru menjerumuskan?

Masalah Mulai Terlihat

Muncul gelombang yang mengajak umat Islam untuk meninggalkan mazhab dan hanya berpegang langsung pada Al-Qur’an dan Sunnah. Mereka mengklaim bahwa mengikuti mazhab sama saja mengikuti manusia biasa, bukan wahyu ilahi.

Fenomena Bermazhab Itu Salah ramai di dunia digital, terutama di media sosial, grup chat, dan forum kajian yang cepat menyebar tapi dangkal isi.

Mayoritas orang awam. Mereka yang baru mulai semangat belajar agama, tapi belum punya dasar ilmu, akhirnya bingung: ikut mazhab salah, gak ikut bingung sendiri.

Konflik Memuncak Bermazhab Itu Salah

Karena memahami Al-Qur’an dan Sunnah tidak bisa hanya dari terjemahan atau potongan ayat dan hadis. Diperlukan ilmu mendalam—bahasa Arab, ushul fikih, tafsir, dan sebagainya—yang hanya bisa dikuasai setelah bertahun-tahun belajar.

Para ulama besar seperti Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan lainnya, mewariskan metode yang rapi untuk memahami ajaran Islam. Itulah yang disebut mazhab. Kita tidak menolak Al-Qur’an dan Sunnah—justru berusaha memahaminya dengan cara yang benar.

Kelompok anti-mazhab ini sebenarnya tetap mengikuti tokoh-tokoh tertentu juga—seperti Ibnu Taimiyah atau Muhammad bin Abdul Wahhab. Artinya, mereka juga bertaklid, hanya saja tidak mau mengakuinya.

Solusi dan Penegasan

Kembali kepada prinsip yang diajarkan oleh Al-Qur’an: “Tanyakanlah kepada orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui” (QS An-Nahl: 43). Ini adalah dasar bertaklid—mengikuti ulama yang benar-benar paham.

Para ulama mujtahid, seperti imam mazhab yang telah teruji ilmunya, akhlaknya, dan pemahamannya terhadap agama. Mereka bukan sekadar pintar, tapi juga amanah dalam menyampaikan ajaran Islam.

Dengan rendah hati, mengakui keterbatasan diri, dan mengikuti jalan yang telah dirintis oleh para ulama. Bahkan ulama besar pun tetap bermazhab karena tahu, pemahaman mereka belum tentu melampaui imam-imam terdahulu.

Bermazhab bukanlah pengkhianatan terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, tapi justru cara paling aman dan masuk akal untuk memahaminya. Pandangan anti-mazhab bukan hanya keliru, tapi juga berbahaya bagi umat awam.

Bermazhab adalah bentuk kerendahan hati—mengakui keterbatasan diri dan memilih bimbingan para ahli waris Nabi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Scroll to Top